Monday, October 31, 2016

Don't Forget to Breathe

Last two weeks has been so crazy I even slept for 12 hours last night! I know it’s not good but I just couldn’t help myself as I was really tired. However, I also understand that I am getting more exhausted because I didn’t make time to work out. That’s why I did jogging a bit this morning.

Anyway, there is always first time for everything. For me, it was the academic symposium that I joined last week. For you who have known me for some times, perhaps you know that I have been hesitate for all these years, to decide what I want to be after I graduated from Master Degree. As much as I love sharing and exchanging knowledge, I do realize that lecturer’s salary in Indonesia is small. Hahahahaha, reality bites! My aunt can go everywhere and help paying my tuition fee because she is so busy taking care a lot of projects. At this point, I am not sure I can handle so many things – without slipping on one thing – like her.

It didn’t stop me to join the Asian Congress for Media & Communication (ACMC) 2016 because I have to take myself to the next level. I also am very curious if I can get along with scholars. It required more effort as I have to read my research again, collect updates about football situation in Indonesia, etc.

Long story short, I arrived at the opening ceremony. I was so nervous. Luckily, I saw familiar faces as I met delegates from Universitas Brawijaya. I sat with them until the dinner, it almost felt like I play safe as I didn’t need to introduce myself to new people.

At the second day, I still feel anxious but some delegates start introducing people to their friends and colleagues. We already have parallel sessions so it became easier to spark the conversation. It didn’t happen to me as I haven’t get my session yet. But I attended some sessions and finally, make friends with students from Philippines :)))

Then, the last day came and it’s time for me to present my paper. Glad to get a few comments and questions. My research about football players also a bit ‘fun’ so I successfully made my session more relaxed and we laughed a lot. Not to mention, my moderator, mas Fajar Junaedi, is also a football addict and he completed my explanation about football in Indonesia.

Being able to share my experiences and exchange insight eventually turned me to be more confident. At lunch, I approached more participants to get their business card so that we can keep in touch. The president of ACMC, Dr. Azwan Azman also asked how I feel about the conference. I found myself expressing my anxiety to her. Curhat gitu ceritanya. She appreciates my effort and encourages me to join another conference – which I WILL! After graduate, for sure :)))

So I just want you to know that I am not always confident. I do feel insecure too, sometimes. MANY times. I got out of my comfort zone because I want to grow. So what about you? Have you done something to prove that you are committed to your self development?

Lots of love,
Prima

Wednesday, October 26, 2016

Sabaidi! Cerita Saya dan Delegasi Luang Prabang, Laos di EATOF 2016

Saya kenal Tony ketika bekerja untuk sebuah project kerjasama GEO FISIPOL UGM dan JUMP! Foundation Oktober tahun lalu. Ternyata kami dipertemukan lagi saat seleksi untuk beasiswa Tokyo Foundation (dan alhamdulillah – saya mendapatkannya). Sementara Yoana, saya kenal dari Asia Pacific Regional Rotaract Conference (APRRC) 2016 dan kerja bareng lagi di acaranya JUMP! Foundation tersebut. Saya, Tony, dan Yoana saling mengenal satu sama lain sebagai anak muda yang aktif, berprestasi (ceileh), gemar traveling (mereka sih, saya mah apa atuh...), senang mencari kesempatan untuk berpartisipasi di event-event tingkat internasional, dan kadang-kadang merekomendasikan om-om (eh). Intinya sih, kami punya tingkat keinginan untuk eksis yang diatas rata-rata orang normal pada umumnya.

That’s why ketika Tony ngajakin saya dan Yoana ikutan jadi Liaison Officer di East Asia Inter-regional Tourism Forum (EATOF) 2016, kami langsung bilang ‘oke’ tanpa pikir panjang. Kapan lagi jadi LO untuk gubernur/wakil gubernur negara-negara tetangga? Gubernur sendiri, baik Pak Sultan maupun Pakde Karwo, saya belum pernah ketemu. Nah, pingin tahu dong, apa saja yang terjadi selama empat hari yang melelahkan itu? Here we go.

Apa sih EATOF itu?
“East Asia Inter-Regional Tourism Forum was founded in Gangwon Province, Korea in 2000 in order to pursue for peace and prosperity through exchanges in diverse fields especially on tourism.”
Intinya EATOF adalah organisasi yang dibentuk oleh 12 (perasaan kok cuma 10 yak) provinsi dari negara-negara di Asia Timur, dimana mereka bekerjasama untuk saling mempromosikan pariwisata provinsi tersebut.

Mengapa harus bekerjasama? Apa organisasi regional seperti ASEAN kurang efektif?
Engga tahu, saya engga bisa jawab. Tapi gini, yang namanya promosi pariwisata itu MAHAL BUKAN MAEN. Ini kalau kita ngomongin promosi secara ‘konvensional’ seperti bikin iklan, brosur, dan sebagainya. Belum lagi kalau setiap daerah harus ngirim delegasi pertukaran budaya. Tentu saja pengeluarannya tidak sedikit. Apalagi, daerah-daerah ini harus bisa berdiri secara mandiri. Okelah pemerintah negaranya punya program promosi pariwisata, tapi gimana caranya untuk memaksimalkan potensi daerah? Kerjasama dengan daerah lain (dan negara lain) jadi solusi.
Di EATOF, saya sebagai masyarakat awam yang sok tau, melihat kerjasama seperti ini ada kelebihan dan kekurangannya. Bagi provinsi seperti Gangwon, Korea; atau Tottori, Jepang; bahkan untuk Yogyakarta, Indonesia; it won’t be hard to promote. Okelah, mungkin beberapa dari kita cukup familiar sama Siem Reap, Kamboja (terutama karena saya udah pernah kesana); atau Sarawak, Malaysia...tapi gimana dengan Tuv, Mongolia; Quanh Ninh, Vietnam dan beberapa daerah lain? Jadi keuntungan buat provinsi yang ‘kurang terkenal’ adalah bisa ‘mendompleng’ keterkenalan provinsi lain.
Di sisi lain, ini pemikiran pribadi saya aja sih, yang sempat saya obrolin sama delegasi Luang Prabang, Laos. Tidak semua anggota EATOF punya anggaran dan prioritas yang sama dalam hal pariwisata. Terus, apa semua anggota sudah punya infrastruktur yang bisa mendukung untuk peningkatan pariwisata? Jadi, semuanya kembali lagi ke usaha masing-masing daerah dalam memanfaatkan kerjasama ini. Yah, sekadar wacana aja, but this was another thing that makes me feel grateful. Alhamdulillah for the opportunity to learn from a high-level forum directly. Siapa tahu saya beneran jadi diplomat sesudah lulus S2. Amiiin. 

Saturday, October 15, 2016

BOOK REVIEW: Di Balik Gerbang


Judul: Di Balik Gerbang – Inspirasi dari Kisah 7 Pendamping Diplomat

Penulis: Andis E. Faizasyah, Angela Widowati Nugroho, Lona Hutapea Tanasale, 
Myra Junor, Syifa Fahmi, Tyas Santoso, dan Utami A. Witjaksono

Penerbit: B first (PT Bentang Pustaka)

ISBN: 978-602-426-002-6

Tebal: 258 hlm

Tahun terbit: Juni 2016

Cetakan: Pertama

Genre: Kisah Perjalanan, Inspirasi, Biografi

Dua tahun terakhir ini, saya mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi dunia kerja yang agak berbeda dari pengalaman kerja saya. Kalau dibilang beda banget juga engga sih, karena pada dasarnya semua pekerjaan yang saya lakukan intinya satu: komunikasi. Memang semua pekerjaan itu butuh skill komunikasi, bahkan sahabat saya, Igna pernah bilang “ngapain sih kita kuliah komunikasi? Kayaknya semua orang bisa belajar sambil jalan.” Lah guweh, ngapain kuliah komunikasi sampai S2 tapi masih sering miscommunication? Ngambil peminatan komunikasi pemasaran, tapi sampai sekarang belum berhasil ‘memasarkan’ diri sendiri? Hvft. Kalau sudah begini, jadi nyesel kenapa dulu engga kuliah kedokteran aja. #ahseeek #kayakyangotaknyamampuaja

Saya sendiri mulai diberondong pertanyaan ‘kapan lulus?’ terutama dari beberapa orang yang ingin menawarkan pekerjaan penuh waktu sesudah saya menyandang gelar Master nanti. Padahal saya mah apa atuh, kerjaan begini doang. Ya nulis, ya ngedit, ya kasih pelatihan menulis, sesekali jadi tour guide. To be honest, saya masih sering minder kalau ngeliat lowongan pekerjaan. Ngerasa under-qualified gitu.

Seperti sekarang ini, dimana saya mulai mempersiapkan diri untuk merancang apa yang akan saya lakukan sesudah lulus. Saya masih menyimpan impian untuk bekerja di luar negeri – atau setidaknya di organisasi internasional yang berbasis di Indonesia. Setelah saya renungkan, waktu saya kerja jadi marketing executive di studio animasi beberapa tahun yang lalu, saya sudah bekerja di sebuah perusahaan internasional. 90% klien berasal dari luar negeri lho. Saya pun bisa bilang bahwa saya punya pengalaman bekerja dengan klien dari 20-an negara. Cieh banget kan.

Cuma kekurangannya waktu itu adalah, saya sendiri engga pernah keluar negeri karena business trip. Toh pekerjaannya hanya menuntut komunikasi dengan klien via Skype. Selebihnya bisa diskusi lewat email. Makanya waktu ada klien dari Irlandia yang pindah ke Bali dan mampir kantor saya di Surabaya, saya seneng banget. Apalagi setelah tahu kita kerja bareng lagi sebagai volunteer di Ubud Writers & Readers Festival 2014.

That’s why saya mencoba menyiapkan hal-hal yang diperlukan agar beneran bisa kerja di luar negeri. Minimal di Kemenlu deh. Atau jadi asisten di Kedutaan Britania Raya di Jakarta. Sadar diri juga, soalnya cuma bisa bahasa Inggris sih, huhuhu.

Berangkat dari keinginan saya untuk menapaki jalan menjadi diplomat, saya beli buku Di Balik Gerbang ini. Buku ini berisi cerita dari tujuh orang istri diplomat, yang dibagi menjadi empat tema besar: Kegiatan, Yang Unik, Perlu Tahu, dan Wisata. Kelebihan pertama buku ini terletak pada penuturan para penulisnya yang tidak klise. Ternyata, semua penulis punya latar belakang pendidikan tinggi; ada yang bekerja (atau pernah bekerja) sebagai pengajar, wartawan, dan bahkan editor buku.

Wednesday, October 12, 2016

A Gloomy Birthday

Despite the fact that I AM grateful for so many love I received from my lovely friends, to be honest, it was actually hard for me to wake up on my birthday. I did suhoor but then I laid back on my bed and I didn’t have any motivation to get up and work. My grandma, my dad, and my mom called me, but I still feel like, no I don’t want to go out from my room. It was almost like Bruno Mars ‘The Lazy Song’: “today I don’t feel like doing anything”.  But finally I have to wake up as my cousin also celebrated birthday and it was rude for me to not congratulate him.

Actually the sad feeling has been there since some days ago, but I decided not to share it with anyone as it’s actually pretty tiresome. I also don’t want to make it as a big matter as I believe, when I share it to someone who has same thoughts with me, the sad feeling will multiplying and it will makes me feel worse. 

Lately that day I found out that I got sore throat and I collapsed. I hate to be sick when there are a lot of things going on, with two new projects coming in, and I want to restart my thesis. Eventually I cry as I feel like I had no one to talk to. I know you will say why don’t you talk to Allah? I will reveal something later. But I couldn’t express it by words as I just want to be heard and wasn’t ready to hear any feedback.

One of the reasons that makes me hard to think clearly as I compared myself to some people. My cousin who is three years younger than me, celebrated her birthday in early October, and she has been married for two years. My best friend, also celebrated her birthday close to my cousin, has been married for three years. I am 28 years old now, two months to the end of year, and I don’t see any husband candidate come closer.

I know that it is contradictory to my posts that show how happy I am to be a single woman. I just felt so weak and insecure and vulnerable at some points, like everyone does.

To make it worse, my favorite song these last days is Frances – Say It Again. Watch the video and read the lyrics below. 

 
Say it again
I know that I should believe it
But I never thought someone
Would love me like you say you do

Last night I met someone who said that I speak English well and highly educated so I have to chase the opportunity to work overseas. He was close to someone that I imagine to be my type of man. He is a bit tall, have so much experiences in working abroad, not to mention he is foreigner and handsome too. Unfortunately he is Indian. LOL.

No, it was just a representation. But turned out, I feel so hesitant if there is someone who will love me for the way I am. I want to aim higher and I hope to have a spouse who always motivates me. But I don’t think I am good enough for a man who has achieved a lot.  

I realize that we’ve been taught not to question God’s decision. I cried because I hold myself from nagging and complaining, trust me, it hurts SO MUCH. I do understand the clock is ticking too, and I almost wonder something like, “why do I have to wait for so long?”

But then, I saw my aunt – she got married when she was 32 years old, so in the worst scenario, I might have to wait another four years. Or not, if Allah is so kind to let me meet my other half somewhere next year.

However, I still cried until I recited Qur’an and found this verse,
“Man was created of haste. I will show you My signs, so do not impatiently urge Me.” (Q.S. Al-Anbiya’ 21: 37)

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.” Catatan: di Al-Qur’an terjemahan yang saya baca, ‘tanda-tanda azab-Ku’ diterjemahkan sebagai ‘tanda-tanda (kekuasaan)-ku’.


The verse might not related to what I am experiencing now, as the verse(s) tell something else – it’s about Kaafir group who demanded Allah’s punishment to prove that they are wrong. But I think this is it. Why should I feel in a hurry, if Allah has decided the other way?

Once my friend said this to me – sorry, can’t find the way to tell it right in English so I have to write in Indonesian:
“Loe tau memang sabar itu susah. Tapi kesabaran loe pasti ada hadiahnya. Loe mikirnya gini, lo sekarang sedang dikasih ujian supaya naik kelas. Kalau loe berhasil naik kelas, loe bakal dapat itu seorang pendamping terbaik buat loe, yang udah disiapin sama Allah, yang loe engga pernah ngebayangin deh. Tapi loe terkungkung di tempat sekarang, loe engga move on, loe engga mau berkembang dan engga mau ngejar sesuatu yang lebih baik. Loe protes mulu ke Allah kok engga dikasih-kasih jodoh, yaudah Allah kasih aja sekarang, yang seadanya. Yang bisa aja baik buat loe, tapi seandainya aja loe mau sabar sedikit lagi, loe bisa dapat yang lebih baik. Jadi loe mau gimana?”

The point is, I have to patient one more time, one more day, one more week, one more month, and probably one more year. It’s tough but this is what Allah wants so you can level up.

Hugs to all single women out there,
Prima  

Tuesday, October 11, 2016

BOOK REVIEW: Girl Online - Zoe Sugg


 Judul: Girl Online
Penulis: Zoe Sugg
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-2365-7
Tebal: 416 hlm
Tahun terbit: 2015
Genre: Fiksi Remaja, Novel 

Ya Allah, terakhir kali saya nulis book review ternyata tahun lalu. Gini katanya mau lebih rajin baca buku -_______________-

Sebenarnya sih, kalau beli dan baca buku tetap lumayan sering. Setidaknya saya masih baca 3-4 buku sebulan. Sedikit banget untuk ukuran penulis dan editor, tapi saya bisa baca sampai 50-an artikel sehari lho. Cuma ya masih berusaha untuk meningkatkannya terus-menerus.

Anyway, post ini sebenarnya sudah saya siapkan sejak bulan Februari 2016 (busyet, delapan bulan yang lalu!). Nah, berhubung bulan ini adalah bulannya perempuan (have you join my birthday giveaway?), sepertinya buku ini cocok banget untuk di-review sekarang. Tentunya saya sempatkan untuk membaca ulang agar bisa menambahkan hal-hal yang waktu itu saya lewatkan.

Ada yang tahu Zoe Sugg atau biasa dikenal Zoella?
Apa? Pada tahu semua?
Wah berarti memang saya yang tua ketinggalan zaman..

Kalau sister engga pernah dengar siapa itu Zoe Sugg, salaman dulu, mungkin kita satu generasi *jebakan umur* hahahahaha.

Sunday, October 9, 2016

Kehampaan di Hari Tua

I actually didn’t mean to write anything that emphasize the fact I am getting older. Really. But I don’t know why, there have been a lot of incidents going on within the last days, and somehow it reminds me to stand still on what I believe in.

20 tahun-an yang lalu (sengaja menyamarkan umur saya :p), saat mama baru pulang dari ibadah haji:
“Doa mama di tanah suci cuma satu Kak, supaya Allah tidak memisahkan kita berdua dari apapun. Cuma kamu milik mama satu-satunya, mama engga butuh apapun lagi di dunia ini, jangan pernah tinggalin mama ya Kak.”

2 tahun-an yang lalu, sebelum saya berangkat kuliah ke Yogyakarta:
“Mama ikhlas kakak pergi jauh dari mama, maaf kemarin mama sempat engga setuju kamu kerja dimana-mana, tapi sekarang mama tahu kamu harus mengembangkan sayap. Pergi Kak, pergi yang jauh.”

Kesannya kayak diusir gitu yak, dan aslinya omongan mama tuh ada juga kalimat seperti ini:
“Duh ini anak kok engga kawin-kawin sih, apa karena doa mama di tanah suci dulu ya. Kak, yuk umroh, mama mau doain supaya kita segera berpisah.”

Yah, ceritanya jadi lucu deh. Doa pertama itu terjadi karena pada saat itu mama sedang proses sidang perceraian dengan ayah. Namanya sidang perceraian kan pasti ada perebutan hak asuh anak. Waktu itu mama engga rela kalau hak asuh saya jatuh ke ayah (siapa juga ibu yang rela?), bahkan sama sekali tidak mempermasalahkan harta gono-gini. Most important thing was me, yang lain lewat.


Friday, October 7, 2016

Perempuan, Phobia, dan Usia yang Bertambah

Menjelang ulang tahun saya beberapa hari lagi, tiba-tiba saya mengalami kekhawatiran dan ketakutan yang tidak biasa. Kalau galau karena status yang masih single sih, sudah jadi makanan sehari-hari. Akan tetapi, perasaan ini entahlah, sulit dijelaskan dengan kata-kata. Saya jadi lebih sering bercermin. Memperhatikan wajah dengan kerutan halus yang mulai tampak. Perut yang semakin berlipat. Hah! Saya benci menua. Saya tak suka mengakui metabolisme mulai melambat sehingga betapapun keras saya berolahraga, lemak masih betah menempel di badan saya.

Saya jadi berpikir, apa jangan-jangan saya sedang mengalami phobia? Saya tidak tahu apa ada phobia ulang tahun. Yang pasti saya tidak phobia akan kue tart maupun lilin. Setidaknya dua tahun yang lalu saya masih merayakan ulang tahun dengan kue tart – lengkap dengan lilin. Padahal saya sedang liburan kantor ke Bandung. Saat itu, mama saya meminta tolong kepada temannya untuk mengirim kue tart ke villa tempat kami menginap. Ah, tahun ini pun saya tidak merayakan ulang tahun dengan beliau lagi. Hiks.

Dulu saya pernah phobia cacing. Cacing ya, cacing tanah gitu. Bukan ulat ataupun ular – saya justru berani pegang. Suatu waktu, ada cacing yang bertengger di karpet di kamar kos. Saya masih ingat bagaimana saya loncat-loncat diatas tempat tidur sambil berteriak mencari pertolongan. I couldn’t explain the fear, it feels like I was about to die. Lucunya, duluuuuu banget saya kan pramuka yang hobi berkemah, tapi biasa aja sama cacing. Aneh ya.

Seorang rekan kerja waktu masih jadi penyiar radio punya phobia yang ‘unik’, dia takut banget sama rambutan. Dia bisa sampai menangis dan berlari kesana-kemari menghindari rambutan. Kan kasihan kalau lagi musim rambutan. Mana badannya besar pula, mau menenangkan dia jadi agak-agak susah. Katanya sih, waktu kecil dia pernah trauma sama pohon rambutan yang memang terkenal banyak semutnya. Kakeknya punya pohon rambutan dan setiap habis panen, semutnya kemana-mana. Gara-gara itu, setiap dia melihat rambutan, dia jadi geli sendiri dan menolak untuk makan. Melihat rambutan pun ogah. EH terus kalau gitu, sebenarnya dia phobia semut atau rambutan yak? #BaruSadar

Anyway, phobia memang macam-macam kan. Ada hylophobia (phobia pada pohon), ablutophobia (phobia mandi), xanthophobia (phobia warna kuning), dan masih banyak lagi. Coba cek di artikel ini: Inilah 11 Nama Phobia Aneh yang Pasti Bikin Kamu Terheran-heran. Untung saya tidak mengalami pogonophobia (phobia pada jenggot), apa kabar Pangeran Dubai dong? Kalau dari daftar tersebut, mungkin saya sedikit merasakan somniphobia (phobia tidur). Apalagi karena saya sering sekali mengalami lucid dream. Tapi tidurnya sih tetap hobi, and I am proud of my ability to sleep everywhere easily. Tidak heran muka bantal gini. LOL.

Back to my fear, a friend of mine said that I have to change my mindset and embrace my aging process. Jangan berpikir saya sudah umur 2x, tapi saya harus berpikir bahwa saya baru 2x tahun dan masih buanyaaak hal yang belum saya lakukan. Banyak bersyukur deh, karena hingga tahun ini, saya terus mendapatkan kejutan menyenangkan dalam hidup. Semoga saya tidak terlalu cemas, mampu membebaskan pikiran saya, dan lebih menikmati hidup. Last but not least, say no to phobia – whatever it is!

Love,
Prima

Wednesday, October 5, 2016

Belajar dari Haters Oki Setiana Dewi: Tentang Hijrah, Popularitas, dan Memberikan Panggung untuk 'Selebriti'

Hi! I’m back to Jogja again! Sebenarnya sih bulan Oktober ini saya menargetkan untuk nge-blog setiap tanggal ganjil (1, 3, 5, dst...) tapi tanggal 3 kemarin saya masih on the way dari Surabaya ke Jogja. Sampai Jogja pun tepar... Duh kapan ya, bisa business trip dengan pesawat kelas bisnis seperti Dian Pelangi? Cuma kalaupun ada duitnya, kayaknya sayang juga, mending dipakai buat beli tas Hermes #lah #samaaja

Saya menghabiskan akhir pekan kemarin di Surabaya untuk mengisi acara bertajuk Literaturia. Seingat saya, ini adalah kesempatan pertama saya untuk sharing tentang menulis sejak bekerja di ZettaMedia. Terakhir kali saya bicara tentang menulis di Surabaya itu waktu ngisi Bincang Santai Gerakan Mahasiswa Surabaya tahun 2014 lalu. Kalau dipikir sebenarnya saya masih grogi lho, apalagi kalau tahu para peserta pada udah punya blog dan mungkin saja pembaca blog mereka jauh lebih banyak daripada (pembaca blog) saya.

Hal ini membuat saya merenungkan kisah (((kisah))) haters Oki Setiana Dewi. Tadinya sih, saya masih pingin mengambil Mario Teguh sebagai perumpamaan. Tapi takut sister bosan, hehe (dan saya pingin bulan ini saya lebih banyak share tentang perempuan). Intinya gini, semua orang punya dosa (jadi ingat Awkarin: ‘kalian semua suci, aku penuh dosa’); then why masih ada aja orang yang jadi motivator atau ustadz/ustadzah?

Saturday, October 1, 2016

Born to be Loved - Review Produk Emina dan GIVEAWAY


It’s October 1!!! Do you know what it means?

Yes, its my birthday month! Alhamdulillah. Entah bagaimana lagi harus bersyukur kepada Yang Maha Pengasih karena saya masih diberi kesempatan untuk menebus dosa-dosa saya di hari-hari yang telah lalu. Mungkin saya masih terus berbuat dosa pada hari-hari ini, dan hari-hari kedepannya, that’s why setiap pagi saya bangun dan berterimakasih karena diberi satu hari lagi untuk berusaha berbuat baik.

Ngomongin tentang berbuat baik dan bulan ulang tahun, saya menyiapkan post khusus ini sejak lama lho. Entah kenapa ternyata ada suatu kebetulan yang menurut saya, kayak udah takdir aja gitu, cieeeh.

Jadi beberapa waktu yang lalu, saya dapat undangan soft opening Emina Playground di Hartono Mall, Yogyakarta. Pada waktu yang agak bersamaan, kami di kursus bahasa Korea belajar sebuah lagu yang judulnya sama dengan tagline Emina: Born to be Loved. Lagunya gini nih.



Kata Seonsaengnim, lagu ini biasa dinyanyikan pada perayaan ulang tahun, terutama juga untuk kelahiran bayi. Artinya aja udah ngena banget...
Kau dilahirkan untuk dicintai dan kau menerima cinta itu melalui hidupmu
Cinta dari Tuhan yang dimulai sejak awal kehadiranmu di dunia
Dan kita menjadi terhubung dengan bertemu satu sama lain
Dan keberadaanmu  di dunia ini adalah kebahagiaan yang sangat besar bagi kami
Kau dilahirkan untuk dicintai dan kau menerima cinta itu melalui hidupmu…

Saya engga tahu apakah Emina terinspirasi dari lagu Korea ini, tapi kesan pertama saya terhadap produk ini adalah...I feel loved. Sebagai pengguna Wardah dan Make Over, saya tentu menyambut baik brand terbaru dari pabrikan yang sama. Apalagi, harus diakui, packaging-nya lucu banget. Kalau sister engga tahu sebelumnya, pasti bakal mengira produk ini asli Korea. No no, produk ini asli Indonesia!


 
 


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...