Friday, February 27, 2015

When Life Gives You Lemon, Here's What You Can Do!

Honey-Lemon Shot --- pic from here.

Sekitar pertengahan tahun lalu, saya mulai mengenal infused water berkat seorang teman kantor. Saya tergoda melihat tumblernya yang ‘ramai’ dengan potongan lemon. Memang sebelumnya saya sudah sering membaca tentang khasiat infused water, tapi ngeliat langsung teman minum baru sekali ini. Awalnya saya minta satu-dua potongan lemon dari si teman kantor. Apalagi dia junior kan jadi pasti takut sama saya dan memberikannya, mwahahahahaha. 

Setelah beberapa hari memalak mengemis potongan lemon, saya pergi ke supermarket dekat kantor dan menemukan kenyataan…hasyem harganya lemon impor mahal banget, bro! *nangis di pojokan supermarket* Pantes si junior mukanya agak-agak keki kalau ngasih saya lemon. Sampai sekarang, harganya juga tetap mahal kok, sayang banget ga ngikutin fluktuasi dolar *lah* Dua buah lemon biasanya berharga sekitar dua puluh lima ribu, setara dengan ongkos bensin saya seminggu. Ngok.

Jadi, waktu itu saya beralih ke strawberry. Kebetulan ada kurir yang jualan strawberry organik dan harganya cukup murah. Kalau dua puluh lima ribu itu bisa dapat sekotak, jadi ga cuma bisa dipakai untuk infused water tapi juga untuk cemilan.

Buat saya, infused water punya fungsi utama untuk menyegarkan mulut seusai makan. Kalau menghilangkan haus sih, ya ga usah ditanya lagi. Nah buat kebanyakan orang yang punya masalah dengan kurang minum air, infused water berguna banget untuk memberikan rasa (flavor/taste) ke air. Jadi lebih semangat untuk minum dan me-rehidrasi tubuh.

Nah, setelah di Jogja, saya mulai mengonsumsi infused water dengan potongan lemon lagi. Kabar baiknya, berhubung saya #OgahRugi dan ingin memaksimalkan manfaat dari lemon, saya juga menggunakannya dalam bentuk:

1. Honey-Lemon Shot
Jujur, saya tergoda dengan wajah kak Alodita yang glowing. Kebetulan saya juga pertama kali baca tentang honey-lemon shot di blog kak Alo. Belakangan saya paham, kalau wajah glowing tersebut tidak hanyak disebabkan oleh honey-lemon shot, tapi juga perawatan wajah dengan SK-II dan memiliki suami sekeren Kak Abenk :))) Perjuangan mendapatkan wajah yang glowing semakin sulit saja, pemirsa.
Anyway, saya sudah hampir tiga minggu minum honey-lemon shot, dan rasa-rasanya belum begitu tampak perubahannya. Menurut saya – yang sok teu – ini disebabkan karena cuaca Jogja yang tidak menentu. Jadi meski konon katanya minum honey-lemon shot bisa meningkatkan kekebalan tubuh dan menghindarkan sakit, saya belum merasakannya. Mungkin yeee, baru dua minggu ini. Nanti kita ngobrol lagi kalau sudah dua tahun minum honey-lemon shot ya sist.
Tapi, yang benar terjadi adalah, beberapa minggu terakhir ini saya tidak mengalami radang tenggorokan. Biasanya langganan banget, sebulan sekali ada. Alhamdulillah, semoga honey-lemon shot benar-benar bisa menjauhkan saya dari radang tenggorokan selama-lamanya.
Selain itu, kombinasi konsumsi honey-lemon shot dan infused water dengan lemon, bikin perut ga terasa begah. Biasanya pemilik perut buncit makmur sering mengalaminya nih. Tapi dengan rajin mengonsumsi keduanya, niscaya perut anda akan lumayan kempes. Asal porsi makannya ga meningkat jadi dua kali porsi normal ya.

2. Perawatan Wajah

Potongan lemon yang sudah digunakan untuk infused water seharian, biasanya masih cukup utuh di sore hari. Kecuali teman-teman kocok-kocok tumbler-nya, atau dicolok-colok potongan lemonnya. Jadi, daripada dibuang begitu saja, saya meremas lemonnya dan menepuk-nepuknya di wajah. Setelah lima belas menit-an, saya bilas dengan facial wash dan air. Setelah dua minggu-an, kelihatan banget kalau wajah makin cerah.
Cuma nih, siap-siap aja wajah terasa perih banget kalau ada jerawat yang baru keluar. Jadi baiknya menghindari calon jerawat, dan difokuskan ke noda-noda hitam bekas jerawat. Tadaaa, kita punya pencerah wajah alami nan ekonomis.

Sementara ini, saya baru menemukan tiga manfaat lemon, selain juga bisa digunakan untuk menghilangkan bau amis di bekas penggorengan. Emak-emak banget ya prim. Kalau ada teman-teman yang mau menambahkan, monggo silahkeun, tiada kesan tanpa comment-mu ;)

Lots of love,
Prima

Wednesday, February 25, 2015

BOOK REVIEW: No One to Someone - Nina Moran

 

Judul Buku : No One To Someone (The Story of Gogirl! Magazine and Friends)
Penulis : Nina Moran
Penerbit : Bentang Pustaka (Mizan Grup)
Tebal : 194 Halaman
Tahun terbit: Oktober 2013
Cetakan: Pertama
Genre : Inspirasi, Motivasi, Biografi

Saya pertama kali baca buku ini sekitar akhir 2013, awalnya saya membeli buku ini karena pingin bisa foto bareng mbak Anita Moran, Editor in Chief GoGirl! di launching-nya di Surabaya. Ternyata, saya ga bisa datang di launching tersebut. Waktu itu, saya tetap menamatkan membaca buku sepanjang 194 halaman ini. Tapi ternyata, ketika membaca buku ini lagi beberapa hari yang lalu, ada perasaan yang berbeda. Lebih mencekam gitu #lebay.

Saya memutuskan untuk membaca kembali buku ini karena beberapa alasan:
  1. I missed the opportunity to meet mbak Nina di CeweQuat Internationale Forum 2015. Saya kehabisan seat untuk optional class, tapi saya sempat lihat beliau di depan main hall sebelum memasuki toilet. Saya bilang sama teman saya, saya mau foto dulu sama mbak Nina. Tapi tunggu ditunggu, mbak Nina ga keluar-keluar (atau mungkin saya yang kelewatan aja), sementara forum sudah dimulai. Huhuhu, semoga next time kita bisa ketemu ya mbak.
  2. Bos di kantor saya yang dulu, Breadnbeyond, adalah 'murid' dari sebuah business coaching terkemuka di Indonesia – dimana GoGirl! juga. Di suatu awarding night, bos bercerita bahwa GoGirl! memenangkan beberapa award, disamping kantor saya juga. Bos sempat bertanya kepada saya, dan menurut beliau, saya cocok kerja di GoGirl! Kreatifitas saya, ide-ide saya, dan yang paling penting, impian saya. Saya cuma berpikir, 'masa sih?' meski sebenarnya dalam hati saya berbisik, one day insyaAllah there will be time for me to collaborate with GoGirl! Oh, they are recruiting at the moment. Check their instagram for more info ;)
  3. Saya sedang merencanakan sebuah project baru, not purely a business, tapi hal ini juga membutuhkan komitmen sebesar ketika kita mengawali sebuah bisnis. That's why saya memerlukan banyak masukan, dan salah satu orang yang tepat menurut saya adalah para pendiri GoGirl!

Buku No One to Someone mengulas apa yang jelas kita butuhkan ketika mengawali sesuatu: tantangan dan masalah.

Lho kok gitu? Karena kebanyakan dari kita lupa bahwa untuk mencapai keberhasilan dibutuhkan kerja keras. Which I meant, really really really hard.

Sama dengan GoGirl! Sebagai seseorang yang membaca GoGirl! sejak awal terbit (yes, I still remember the edition with Lindsay Lohan or Paris Hilton on the cover), saya benar-benar merasakan kerja keras mereka. Bukannya majalah lain ga bekerja keras juga ya, tapi it feels so much different. You can feel their love in every pages of it. Makanya meski saya sudah berumur 26 tahun, saya belum bisa move on dari GoGirl! Saya masih merasa kesulitan mencari majalah wanita dewasa muda yang memiliki kedalaman dan keragaman konten seperti GoGirl! Plus, dengan harga yang bersahabat.

If you read this book, you will appreciate them more. Seriously. Serunya lagi, mereka ga pelit informasi untuk menceritakan seluk-beluk penerbitan majalah. Dari mulai masalah dengan percetakan, manajerial, bahkan keuangan! Tadinya, saya ga bayangin kalau majalah 'aja' bisa punya masalah yang serumit itu. But this book really open my eyes.

Salut sama mbak Anita yang di edisi awal turun tangan untuk membuat layout majalah – dan hingga saat ini masih mengedit langsug artikel yang akan naik cetak. Mbak Nina pergi ke percetakan buat mengerjakan quality control majalah GoGirl! yang berpuluh ribu itu jumlahnya. Bahkan, Mimi – ibu dari ketiga Trio Moran ini, ikut andil dalam melakukan order untuk bonus majalah. Wow!

Lucunya, saya ikut ngerasa stres baca buku ini. Saya membayangkan seandainya saya berada di posisi mbak Nina, mbak Anita, atau Githa Moran saat beberapa tahun pertama; mungkin saya sudah jadi pasien Rumah Sakit Jiwa. It's their passion that keeps them sane. And this is what I am feeling right now.

Saya tahu membangun sesuatu itu tidak mudah, tapi dengan impian dan passion, keduanya menjadi kekuatan untuk terus berjuang. Mungkin beberapa dari kamu akan ciut nyalinya setelah baca buku ini – hey, don't be – justru kamu punya bahan untuk menulis to-do list dan mempersiapkan rencanamu dengan lebih matang.

Buku ini juga berisi beberapa wawancara dengan pengusaha-pengusaha lainnya. You can read their struggles, and some of them are still struggling until now! So, it is okay to start small, but always keep your faith and try to enjoy the process.

Beberapa kutipan menarik dari buku No One to Someone:

- “What if we can actually make it work? What if it can actually come true?”
- Penting untuk mendapatkan tim yang passionate dan punya mentalitas kerja yang baik.
- Pemimpin muda itu selalu ingin jadi pemimpin demokratis, jadi saat ada masalah-masalah di kantor, kita cenderung takut buat mengambil keputusan tegas.
- Kalau kita enggak turun langsung, kita akan jadi pemimpin yang kerjanya berusaha supaya pada akhir tahun neraca keuangan enggak defisit. Kita akan jadi orang yang pure profit oriented. Bukan karena hilang idealisme, melainkan karena kita jauh dari realitas pasar.
- Yang jelas, semua ini enggak mugkin kalau kami dulu enggak berani ambil resiko atau kalau kami berhenti pada saat pukulan dan tantangan menimpa kami bertubi-tubi.

So, if you need more reason why you need to work your a** off, read this book!
Because, Rome wasn't built in one night ;)

Lots of love,
Prima

Monday, February 23, 2015

Kenapa Istri Bekerja?

Komunikasikan saja.. - pic from here.

“Aku mencintaimu karena kamu menerimaku apa adanya, bahkan dengan pekerjaanku.. You know I need my job.”

“Pekerjaan, akan selalu ada. Tapi orang yang bisa membahagiakan kita, jarang muncul dalam hidup kita.”

Saya mengutip kedua kalimat diatas dari Criminal Minds edisi Sabtu, 24 Januari 2015 (versi Fox Indonesia yang saya tonton, gatau aslinya di Amrik sana..).

Yang bilang kalimat pertama adalah Dr. Alex Blake, saat suaminya mengajaknya ke Harvard (?). Sedangkan kalimat kedua diucapkan oleh Spencer Reid, sebagai ‘nasihat’ untuk Dr. Alex Blake. Si Spencer Reid cool banget ga sih? Tapi saya lebih suka Castle, lebih tampak emosinya, terutama ketika berinteraksi dengan anak perempuannya. So sweet :’)

Ups, salah fokus. Jadi, kembali ke cerita si Dr. Alex Blake, hal ini bikin saya mikir seharian. Saya paham kalau perempuan kodratnya bukan mencari nafkah. Tapi, di zaman modern gini, perempuan bekerja itu wajar, wajar banget malah. Apalagi kalau masih jomblo seperti saya. Nah, terkadang ketika seorang perempuan bekerja sejak ia masih single, lalu menikah, ia cenderung harus memilih antara karir atau keluarga.

Buat saya sih sebenarnya relatif mudah, kalau masih berdua aja mending kerja. Nanti kalau sudah punya anak bisa didiskusikan lagi. Dan ternyata, saya ga sendirian. Saya beberapa kali berbincang dengan perempuan yang sudah menikah, lalu menemukan beberapa alasan mengapa mereka tetap bekerja. Antara lain:

  1. Meminimalisasi prasangka buruk. Kalau pikiran sedang kosong, atau seseorang sedang nganggur; setan lebih mudah masuk dan menguasai pikiran. Iya kan? Bukan, bukan masalah terus jadinya kesurupan sih. Itu sih gampang, tinggal panggilin ustadz *eh* Tapi ketika istri nganggur, biasanya sih jadi suka mikir yang engga-engga. Dari mulai mikir hal aneh kenapa suaminya telat pulang (padahal lagi ada meeting); sampai mikir tetangga  depan rumah tiba-tiba beli mobil baru gara-gara menang togel (padahal dapat warisan). LOL. Semakin sibuk kita, insyaAllah semakin berkurang waktu kita untuk mikirin atau melakukan hal-hal yang ‘kurang berguna’. Sayang energinya lah yaaa, mending dipakai untuk mikirin gimana biar bisa cepet kaya berprestasi di tempat kerja.
  2. Supaya ada waktu, dan atau, bahan pembicaraan dengan suami. Seriously, ada teman mama saya yang begini. Konon katanya karena tinggal di Jakarta, sang suami berangkat kerja saat subuh dan tiba di rumah saat isya’. Perjalanan dari rumah ke kantor (dan sebaliknya) membutuhkan sekitar 1,5-2 jam, jadi lumayan banget kan buat ngobrol berdua. Yang diobrolin apa? Ya masalah di kantor, tren bisnis, atau isyu yang lagi hangat. Misalnya, #SaveKPK *tetep* Coba kalau istri nganggur nggenggong di rumah. Mau ngobrol sama siapa? Panci? Belum lagi, tiap hari cuma dapet capeknya suami. Makin kesel deh.
  3. Punya uang sendiri. Bagi seorang perempuan yang terbiasa menghasilkan uang sendiri, ‘tiba-tiba’ ga berpenghasilan itu bisa amat sangat menyiksa. Kalau pria punya ego untuk menafkahi istrinya, atau paling tidak meng-cover sebagian besar pengeluaran di rumah; ada banyak perempuan yang keinginannya terkadang sesederhana: “bisa beli bedak sendiri”. Terlepas dari apakah nafkah dari suaminya cukup atau tidak, kadang perempuan bisa amat sangat berbahagia jika ia bisa punya penghasilan, berapapun besar-kecilnya penghasilan tersebut.
  4. Ingin jadi orang yang berguna. Meski menjadi istri yang sholehah itu ganjarannya surga; berdakwah, menuntut ilmu, dan menjadi insan yang bermanfaat untuk lingkungan tetaplah suatu kewajiban (dan hak) setiap hamba. Tak heran kalau seorang istri merasa tugasnya di rumah sudah selesai, ia akan menunaikan kewajiban yang lain.

Selain beberapa alasan diatas, ada juga alasan yang amat sangat mendasar. Misalnya tuntutan masyarakat akan profesi sang istri; sebut saja dokter dan guru. Dokter perempuan dan guru perempuan memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita kan.  

Pada akhirnya sih, suami dan istri harus saling memahami dan mengkomunikasikan apa yang dirasakan dan dialami. Dengan demikian, istri tidak merasa ‘diremehkan’, dan suami pun tetap menjadi kepala keluarga.

Kalau kamu seorang istri dan bekerja, share dong apa alasan kamu bekerja. I’d love to hear that ;)

Lots of love,
Prima

Saturday, February 21, 2015

Tentang 'Jangan Cintai Aku Apa Adanya'

Gara-gara Puput Utami nulis tentang Tulus dan lagunya yang berjudul ‘Jangan Cintai Aku Apa Adanya’ disini, saya jadi tergoda untuk menulis interpretasi saya. Sekalian juga deh, pingin jawaban pertanyaan Ocha kapan hari, yaitu “seperti apa sih pria yang diharapkan untuk menjadi pendamping hidup mbak prima?”

Kebalikan dari kebanyakan orang, saya lebih suka bersama dengan seseorang yang bisa memacu saya untuk menjadi lebih baik. Kalau Puput kasih contoh tentang sholat, saya juga mengamininya. Sssttt, ada lho seseorang yang menginspirasi saya untuk membaca Al-Kahfi setiap Jum’at. Ah, seandainya saja dia tahu.. Atau jangan deh, nanti dia GR lagi :p

Selain kebiasaan beribadah, contoh lainnya adalah wawasan. Makanya, kalau saya lagi dekat dengan seorang lelaki yang cerdas, sahabat-sahabat saya biasanya komentar, ‘ya gitu itu.. cocok.’ Hihihi. Saya pingin bisa ngobrol banyak hal dengan pendamping hidup saya, tentu saja hal itu akan membutuhkan semangat belajar dari kedua belah pihak. Misalnya, politik, traveling, sejarah Islam, dan lain-lain. Kalaupun sekarang saya masih belum rutin membaca – dan bacaannya juga masih kurang ‘berat’ – saya harap saya bisa meningkatkannya secara bertahap.

Iya sih, wajar kalau kita ingin seseorang yang bisa menerima kita apa adanya – dan buat saya ini bisa berlaku untuk hal-hal seperti keluarga, masa lalu, karakter; hal-hal yang sulit untuk diubah dan sudah mengendap kedalam diri kita. Kalau masalah kebiasaan, hmmm kebiasaan buruk pun masih bisa diubah selama mau dan bertekad kuat.

Hidup ini adalah serangkaian pembelajaran, and the real life begins at the comfort zone. Seseorang yang tidak mau meningkatkan kualitas dirinya, identik dengan seseorang yang maunya main aman di zona nyaman. Sedangkan hidup ini aja jelas berubah mengikuti zamannya. Dulu kita pakai HP Ericsson batu bata (ada yang inget?), tapi jaman sekarang merek itu udah ga ada. Bayangin kalau kita tetep keukeuh pakai HP itu terus bilang ‘inilah aku apa adanya’, ya ampun… gimana orang-orang ga pingin nabok kita? :)))

Itu cuma contoh kecil aja, remeh dan ga penting pula. But, who knows about our life? Suatu saat kita akan dituntut berubah sesuai zaman, dan kalau kita bersama seseorang yang ‘apa adanya’, duh good luck aja deh..    

A great man deserves to be with a great woman, vice versa.

Buat calon imam saya, yang sabar ya. Allah sedang kasih kita waktu lebih untuk memperbaiki diri. InsyaAllah kita segera bertemu, banyak-banyak berdoa aja :)

Lots of love,
Prima

Friday, February 20, 2015

Belajar dari Jam Dinding


Alhamdulillah, I am back to Jogja!

Setelah tiga hari main-main di Jakarta (7-9 Februari 2015), saya menghabiskan beberapa hari di Surabaya untuk memeriksakan keadaan gigi saya. Siapa diantara sister yang sudah pernah atau sedang mengalami masalah dengan gigi geraham yang baru tumbuh? Toss dulu, dong! 

Sayangnya masalah gigi saya ga sesimpel yang saya bayangkan: periksa terus cabut. Ada gigi lain yang harus dikonservasi dulu-lah, dan ternyata antri operasinya sekitar dua sampai tiga bulan lagi. Waktu saya dan perawat diskusiin tanggal untuk operasi gigi, kami serasa lagi nentuin tanggal baik untuk pernikahan saya. Mwahahaha. Calon mana calon :)))

So, before I give you some stories on the next posts, I want to share my thoughts about blogging. Again, prim? Yeah, I hope you don’t get bored with this topic :p

Bulan lalu, saya cerita kalau menjadi blogger profesional adalah salah satu impian saya. Sejak saya menulis post itu hingga saat ini, saya banyak merenung dan berpikir. Kenapa ya, saya belum bisa punya penghasilan dari blogging? Padahal, Cinta Ruhama Amelz bisa ke Thailand gratis karena nge-blog. Belum lagi, Andra Alodita yang bisa membiayai operasi IVF-nya dari hasil nge-blog. Wow banget kan..

Saya bukan fashion atau beauty blogger, itu pasti. Saya tidak punya baju yang banyak, to be honest, di Jogja ini saya hanya punya tujuh stel baju. Serius. Ya, karena memang saya bukan tipikal orang yang suka beli baju dan saya pikir saya sudah sangat beruntung punya jumlah baju segitu – dibandingkan orang-orang yang lebih miskin lagi daripada saya. Saya juga bukan make up addict. Saya bisa betah pakai satu merek skin care selama berbulan-bulan. Frekuensi saya beli bedak selama setahun pun bisa dihitung jari. Lebih sering beli pulsa. Hehehe. 

Pikir dipikir, bisa bikin kening saya berkerut lho. Tapi kemudian, saya teringat sahabat-sahabat yang saya dapatkan dari nge-blog. Betapa saya banyak mendapatkan masukan, motivasi, dan bantuan yang tidak bisa saya nilai dengan sekedar uang. Beberapa diantaranya bahkan menjadi sangat dekat, sudah saya anggap seperti saudara sendiri.. Smile, you know it’s you who I am talking about :)

Saat saya menulis post ini, saya teringat akan prosa yang saya baca di Path teman beberapa hari lalu. Saya salin disini agar sister juga bisa merenungkannya:
Belajar dari Jam Dinding

Dilihat orang atau tidak, ia tetap berdenting
Dihargai orang atau tidak, ia tetap berputar

Walau tak seorangpun mengucapkan terima kasih, ia tetap bekerja
Setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik

Teruslah berbuat baik kepada sesama
Meskipun perbuatan baik kita tidak dinilai dan diperhatikan oleh orang lain

Ibarat jam dinding yang terus bekerja,
Walaupun tak dilihat, namun senantiasa memberi manfaat bagi orang sekitarnya

Saya terkesiap membacanya. Saya teringat ketika pertama kali nge-blog, bukan uang yang menjadi tujuan utama saya. Bahkan bukan pembaca yang banyak. Yang saya harap, kalau ada yang bisa mengambil kebaikan dari blog ini, biar itu menjadi amalan untuk menambah keberkahan Allah pada saya. That’s it.

Semoga, saya masih punya kesempatan untuk meluruskan niat. Sekarang, ataupun nanti kalau memang Allah memberikan rezeki-Nya lewat brand yang mengajak saya bekerjasama. Tapi sebelum itu terjadi, yuk, sama-sama mengingatkan dalam kebaikan. Bismillah, semoga kita diberi kekuatan :)

Lots of love,
Prima

Wednesday, February 11, 2015

BOOK REVIEW: Gadis Pantai - Pramoedya Ananta Toer


Judul: Gadis Pantai
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Hasta Mitra
Tebal: 231 hlm
Tahun terbit: Juli 2000 (pertama kali dibukukan tahun 1987 tapi dilarang terbit)
Cetakan: Kedua (pasca tumbangnya rezim Orde Baru)
Genre: Fiksi Dewasa, Novel Roman

Dalam islam, kita memahami bahwa perempuan dinikahi karena empat hal: kecantikan, kekayaan, kedudukan, atau agama. Sebaliknya, apa sih yang menyebabkan perempuan mau menerima pinangan seorang lelaki? Apakah kekayaan, atau tingkat sosial?

Gadis Pantai baru berusia empat belas tahun saat kepala kampung menikahkannya dengan sebilah keris. Sejak saat itu, ia resmi ‘dimiliki’ oleh sang Bendoro di kota. Mengapa dimiliki? Karena ia diperlakukan bak benda, hanya menjalani perintah dari Bendoro, tak peduli seberapa beratnya hal itu. Bahkan ketika ia diceraikan dan harus meninggalkan anaknya; untuk kemudian mengembara…karena merasa tak punya muka untuk pulang ke kampung.

Membaca novel ini mengingatkan saya akan kisah Manohara – meski jelas Manohara bukan ‘orang kebanyakan’. Eh dia rakyat biasa juga sih, kalau dibandingkan dengan sang pangeran (atau sultan?). Mungkin Manohara mesti bikin novel juga suatu hari, jadi kita bisa tahu cerita dibalik dinginnya tembok istana #halah

Balik ke cerita si Gadis Pantai. Layaknya seseorang yang berpindah ke tempat dengan berbeda budaya dan adat-istiadat, Gadis Pantai harus berusaha keras beradaptasi dengan tata kehidupan di dalam rumah Bendoro. Mas Nganten, demikian ia kemudian dipanggil, memiliki hak untuk memerintah para pelayan di rumah itu. Suatu hal yang jelas tidak biasa ia lakukan di kampung. Di kampung, ia bekerja keras: menumbuk beras, membuat ikan asin, menjahit jala, apapun yang bisa ia kerjakan untuk membantu emak dan bapaknya.

Ia juga belajar membatik, merajut, mengaji; tapi sayangnya ia justru tidak belajar baca-tulis. Ia juga memperbaiki penampilan: mandi lebih sering dengan air berbunga, mengenakan pakaian dari kain halus, menyisiri rambut, membubuhkan celak Arab, terakhir memasang sanggul di kepalanya. Semua untuk kesenangan mata Bendoro.

Meski sejak awal ia tahu bahwa hatinya terpenjara dan perasaannya terpasung, tapi ia tidak punya pilihan lain. Dan sesaat setelah ia mulai merasakan kesepian karena sang Bendoro kerap bepergian, ia harus menerima kenyataan pahit. Ia hanyalah istri percobaan, sebelum sang Bendoro menikah secara resmi dengan seorang perempuan yang sama-sama berasal dari kalangan bangsawan.

Hati saya mencelos membaca bagian ini, ketika pelayan tua yang menjadi pendamping si Gadis Pantai membatin, mengasihani nasib si Gadis Pantai. Lalu nasib selalu menjadi kambing hitam di novel ini. Nasibnya nelayan, nasibnya sahaya, nasibnya kusir.

Selanjutnya, konflik-konflik menarik terus bermunculan. Seperti ketika dompet si Gadis Pantai hilang, dan si pelayan tua harus menuduh agus-agus (keponakan Bendoro) yang tinggal di rumah itu. Orang kebanyakan versus kaum ningrat, tidak perlu tebak-tebak buah manggis untuk tahu siapa yang akan jadi pemenang. Malaikat juga tahu, aku yang jadi juaranya #abaikan

Atau ketika pelayan tua tersebut digantikan oleh Mardinah, utusan Bendoro dari Demak, yang ternyata berencana untuk mencelakakan si Gadis Pantai.

Menurut saya, yang paling seru untuk diikuti dari novel ini adalah penjabaran cerita lewat dialognya. Setiap kalimat menggambarkan karakter penuturnya, serta situasi yang sedang dihadapi. Pembaca dibuat menanti-nanti apa jawaban para karakter untuk setiap keadaan. Untuk lebih jelasnya tentang teknis penulisan dalam novel ini, saya menemukan ulasan Bernard Batubara yang bisa dibaca disini. --- komen prima: beda ya bok, kalau yang nge-review novelis kece. Zzz.

Yang pasti, saya sih berdoa semoga jika suatu saat dipertemukan dengan Pangeran Dubai, dia tidak akan memperlakukan saya seperti sang Bendoro memperlakukan si Gadis Pantai. LOL. Sayapun orang kebanyakan, dan saya tidak suka seseorang diperlakukan hanya berdasarkan kelas. Bukankah yang Allah lihat dari seorang hamba adalah ketakwaannya, ya kan pemirsaaaaa? #MalahCeramah

Terakhir, secara saya mendapatkan novel ini di rak buku om saya – dan sebenarnya saya pertama kali membacanya beberapa tahun yang lalu – mungkin kamu akan kesulitan mencarinya di toko buku. Nah coba cari di toko buku bekas, atau solusi terakhirnya adalah…pinjam teman yang punya aja :)))

Sekian review buku dari saya, sampai jumpa di buku-buku selanjutnya! ;)

Lots of love,
Prima

Monday, February 9, 2015

Visiting Sampan Mimpi and Faculty of Medicine UGM

Kalau bicara tentang petualangan, itu artinya saya harus mengeksplorasi daerah baru di Jogja, sendirian. Hal ini cukup menantang mengingat budaya berlalulintas di Jogja dan Surabaya agak berbeda. Sudah tidak terhitung berapa kali saya mengumpat di jalan, yang pastinya selalu diikuti dengan istighfar banyak-banyak. Ampuni aim ya Allah..

Nah, senin minggu lalu, saya berpetualang ke galerinya Sampan Mimpi, di Jl. Pandeyan no.42 Ruko 1. Tempatnya persis utara XT Square, sebelah sate kambing Pak Man. Lama juga dari rumah saya, sekitar 45 menit. Apalagi saya berkendara dengan kecepatan sedang, sambil nyanyi-nyanyi gitu. Terus, di Jl. Gejayan saya sempat ketemu pemeriksaan motor. Aman, saya bawa SIM dan STNK, pakai helm standar, menyalakan lampu di siang hari; yang ga bawa cuma pasangan aja. Soalnya ga punya #SekalianTsurhatYes

Saya ke Sampan Mimpi untuk mengambil pesanan saya, hadiah kecil untuk teman baru-tapi-sebenarnya-sudah-lama-tahu, namanya Vini. Kebetulan Vini akan melangsungkan ujian pendadaran pada siang harinya. Jadi mau sekalian ketemuan gitu deh. Vini sendiri pernah menang giveaway yang saya adakan di blog saya yang lain, Helokim. Saat itu, saya bikin blogging competition tentang perawatan kulit untuk cowok. Dan Vini – yang ternyata mahasiswa FK UGM angkatan 2011 – berhasil memenangkan hati saya karena penjelasannya yang detil. Ya ampun, itu tahun 2013 aja lho. Waktu memang berlalu begitu cepat yaaaaa.

Kembali ke Sampan Mimpi, creative merchandise shop ini didirikan oleh kenalan saya, Asa, dan pacarnya, Dipa. Saya kenal Asa dari Indonesian Hijab Blogger (IHB) regional Jogja, dan waktu kopdar perdana Desember lalu, saya menangin DUA purse dari Asa/Sampan Mimpi. Hihihi. Style Asa dalam hasil karyanya cute dan chic gitu, pemirsa. Bahkan beberapa teman-teman IHB mengaku kalau mereka anaknya ‘asa banget’. Lucu gitu maksudnya :p Produk Sampan Mimpi juga udah lumayan banyak, tapi yang paling terkenal ada bantal karakter dan cushion (bantal kotak). Dari pengamatan saya sih paling pas buat hadiah pernikahan atau anniversary. Nah, menurut Asa, baiknya pilih yang kotak soalnya sarung bantalnya bisa dilepas untuk dicuci. Saya sih naksir sama tote bag-nya, kalau mau pesan gambar juga bisa, harganya pun affordable – Rp. 85.000.

Selain produk fisik, Asa juga melayani orderan header buat blog, dan untuk lebih jelasnya kamu bisa tanya-tanya lewat line: asakecil. Seneng deh lihat teman masih muda tapi sudah mencoba berbisnis. Oya, Asa lagi cari karyawan yang bisa bantu jaga toko, soalnya Asa kan mesti fokus sama produksi. Tolong bantu Asa ya teman-teman, siapa tahu ada yang lagi cari kegiatan juga ;)



 

 
 
 
 
 
 
 
 
ini buat Viniii ;)
Sepulangnya dari Sampan Mimpi, saya berkendara ke arah UGM. Kayaknya saya sempat nyasar, pokoknya lama banget baru nyampe UGM. Ngapain ajeee Prim. Setelah puter-puter di seputaran FK UGM buat nyari tempat parkir, ya ampun ternyata kudu parkir di FKG, saya milih parkir di masjidnya FK UGM. Sebenarnya teman saya sudah bilang sebelumnya, tapi ngotot juga sayanya, siapa tahu ada tempat parkir yang lebih dekat. Huahahaha.

Namanya juga alumni UB, di komplek FK UGM, saya berasa kayak orang udik dateng ke kota. FK UGM luas banget yaaa, kalau ditotal jarak dari FK ke FKG di UGM, sama dengan dari gedung FK ke Ruang Kuliah Bersama (RKB) di UB. Kalau kayak gini mestinya anak FK kurus-kurus dong ya, banyak jalan kaki. Tapi itu tidak penting untuk dibahas, karena yang penting kapan lagi saya bisa ‘iseng’ main ke FK UGM :)))

Alhamdulillah, dik Vini dapat A buat skripsinya. Alhamdulillah bertambah lagi teman saya, apalagi salah satu teman Vini, namanya Ratna, ternyata pernah hadir di World Muslimah Forum. 

ki-ka: Saya. Vini, Ratna.
That’s why I can’t wait for getting back to school soon. New friends, new experiences. Hi Jogja, please be nice to me ;)

Lots of love,
Prima

Saturday, February 7, 2015

Bertamasya ke Solo: Warung Orange Bistro

Hari sabtu yang lalu, setelah dua hari penuh berada di tempat tidur akibat infeksi lambung, saya ikut tante bertamasya ke Solo. Engga deng. Sebenarnya rencana awal kami adalah menjenguk YangTi Solo, sebutan untuk mertuanya tante (adiknya ayah yang bungsu – tante yang di Jogja adalah anak tengah). Menurut tante bungsu di telepon pada awal minggu, YangTi sedang sakit parah. Namanya orang sepuh ya, kami khawatir dong. Jadi kami segera meluncur ke Solo saat akhir pekan.

Ternyata, sampai disana YangTi tampak sehat dan ceria.

-______________________________-

Efek dikunjungi sama anak-anak dan cucu-cucunya kali ya. YangTi malah menyuruh kami jalan-jalan aja. Sepupu saya yang masih kecil langsung merengek minta berenang, dan tante saya menyetujuinya. Kami pun capcus ke Pandawa Waterboom dengan riang gembira.

Tetot! Sepupu-sepupu saya aja sih yang happy; saya dan sepupu saya yang seumuran langsung lihat-lihatan. Mau ngapain di kolam renang. Jangankan baju renang, baju ganti aja ga bawa. Maka gantian saya yang merengek, minta ijin untuk mbolang berdua aja. Permission granted, dan saya langsung googling tempat nongkrong di Solo.

Tempat pertama yang terpikirkan di kepala saya adalah Double Decker. Saya sudah sering lihat tempat ini wira-wiri di Instagram. Kebetulan kami melewatinya saat mengantar tante-tante dan sepupu-sepupu ke waterboom. But it was still 9AM something, and Double Decker opens at 11AM. So, skip that. Kemudian saya ingat Warung Orange Bistro yang diceritain Nuyree, dan ketika saya bilang sama om, ancer-ancernya lumayan gampang. Yaudin, saya segera mengirim pesan via line ke teman saya, Bondan, untuk menemui saya disana.

Disinilah awal kesialan kami. Sok-sok-an lihat di Google Maps, dan berpatokan sama nomer tempatnya DOANG. Berhubung di Maps tempatnya dekat RSI Kusiati, kami diturunkan disana. Lalu tanpa bertanya, kami berjalan ke arah utara. Soalnya tepat di tempat kami turun, semakin ke utara, nomernya semakin kecil. Warung Orange sendiri – menurut Google - nomer 19. Di depan tempat kami berdiri, nomer 190-an.

Setelah berjalan sepuluh menit, saya mulai bertanya-tanya kepada beberapa orang, dan ga ada yang tahu. Sampai akhirnya, jalan Kapten Mulyadi sudah berganti dengan jalan Ir. H. Juanda. Bahkan PGS pun tampak dari kejauhan. Hasyem. Untungnya di pojok jalan ada hansip dan mereka ngerti Warung Orange. Menurut mereka, tempatnya ada di selatan-nya rumah sakit.

Jalan kaki balik? Oh no, mending saya ke tempat lain aja. Para hansip pun mengusulkan agar kami naik Trans Solo. Dan masih ada keberuntungan, ada Trans Solo sedang menuju halte tempat kami berdiri. Di Trans Solo, terjadilah percakapan menggelikan antara saya dan mbak-mbak petugas Trans Solo. Ga perlu ditulis disini lah, malu sendiri saya :))) Lalu dia meminta pak sopir untuk menurunkan kami tepat di depan Warung Orange supaya kami tidak kesasar.

And they really do it. I mean it. Mereka menurunkan kami begitu saja, engga di halte. Disuruh loncat gitu dari bis. Ya ampun, semoga mereka ga dikenai sanksi. They just want to help us, hehehehehe.

Kucel dan berkeringat, kami masuk Warung Orange Bistro dengan pedenya. Kesan pertama, tempatnya kekinian banget. Dekorasi dan hiasan dindingnya lucu-lucu. Daftar menu ditulis di sebuah papan tulis di dinding, dekat display cake. Nah, sempat terpikir, wah ternyata harganya lumayan mahal untuk ukuran Solo (sok tau). Harga makanan dan cake-nya berkisar antara 20ribu-30ribu, dan minumannya bervariasi, mulai dari 7ribu.

Saya memesan Rainbow Smoothie, yang saya ingat kasirnya bilang campuran leci dan stroberi. Tapi kayaknya ada mangga juga, terasa pekat manisnya. Lalu entah kenapa yang keluar minumannya berwarna biru, hahaha. Saya suka banget, setelah diaduk rasanya jadi ga terlalu manis atau asam. Kalau suatu saat kesana lagi, saya pesan ini lagi aja #PrimaAnaknyaSukaMainAman

Untuk makanan, saya pesan Chicken Cordon Bleu yang kayaknya salah besar karena saya kan baru sarapan sekitar tiga jam sebelumnya. Ketika pesanan saya keluar dan melihat porsinya, saya langsung nyesel sendiri. Saya justru menikmati seladanya dan berpikir, ‘wah coba ada salad..’ Tapi overall enak kok, namanya juga makanan favorit yaa, haha. Sepupu saya memesan Spaghetti Bolognese, soalnya dia memang suka banget spaghetti. Pas saya icip, rasanya sih sedikiiit kurang matang.

Oya, setelah Bondan datang, dia memesan Big Breakfast yang berisi pancake, mushroom, bacon, mashed egg, dan sausage. Aneh banget rasanya -_- Jamurnya hambar, sosisnya keras (banget); tapi bacon-nya lumayan. Saya langsung nyeletuk, “wah tau gitu pesen cake aja..” dan belakangan kami tahu kalau mereka sudah bikin Red Velvet. Huhuhuhuhu.

Berdasarkan cerita Bondan, Warung Orange Bistro jadi makin rame menjelang sore. Tempat yang didalam memang nyaman, tapi saya ga bisa bayangin kalau yang diluar. Mungkin untuk yang merokok sih enak-enak aja ya. Bondan sendiri adalah mahasiswa jurusan HI UGM yang sedang mengerjakan skripsi. Dia berasal dari Bekasi, dan pengetahuannya tentang tempat nongkrong seru patut diacungi jempol. Mumpung ketemu, saya sekalian tanya-tanya tentang tempat makan di Jakarta. Hehe.

So, overall I had good time in Solo. Before it rains sooo hard on our way home, and alhamdulillah we finally arrive safe and sound.

See you on the next post, and have a nice weekend!

Love,
Prima

Warung Orange Bistro
Jl. Kapten Mulyadi No. 255B 
Telp. 0271-9384557

Rainbow Smoothie Rp. 20.000,00
Strawberry Soda Rp. 17.000,00
Big Breakfast Rp. 30.000,00
Chicken Cordon Bleu Rp. 30.000,00
Spaghetti Bolognese Rp. 23.000
Tea Ice Rp. 7.000,00

 
 
 
 
 
 
 

Thursday, February 5, 2015

Bandung, October 2014: My Birthday + Office Holiday

Sepertinya sudah lama sekali saya ga nge-blog tentang traveling. Memang kenyataannya setelah World Muslimah Award saya belum ‘berwisata’ kemana-mana. Meskipun masih nganggur hore, tapi aktivitas saya ga menentu. Kadang bangun pagi bingung, mau ngapain hari ini… Eh tiba-tiba jam9-an ada urusan sampai sore. Kadang dibela-belain cari kegiatan, eh tiba-tiba ada kendala jadinya batal. Makanya, kalau ditanya hampir dua bulan di Jogja udah kemana aja, jawabannya ‘ga kemana-mana’. Berasa kayak hubungan kita ga sih, mas? #BukanKode #GatauNgomongKeSiapa

Nah, saya baru inget nih kalau ternyata saya masih punya hutang buat nulis blog post tentang liburan kantor bulan Oktober lalu. It was so special as we had it right on my birthday! Bukan, bukan karena bos saya baik banget, tapi ya karena cuma tanggal itulah kami bisa pergi bersama-sama semuanya. Sisanya? Ada yang cuti lah, nunggu istri melahirkan lah, lalala yeyeye.
   
Sebagai perusahaan yang baru merintis, ini adalah kali kedua kami liburan bersama. Tahun 2013, kami pergi ke Batu, nginep di villa dan main dua hari penuh. Tahun 2014, bos pingin melakukan perjalanan yang agak jauh, soalnya males nyetir, plus bosen sama Malang dan Batu. Kita vote deh, dan keluarlah Bandung jadi tujuan liburan.

Saya lagi-lagi jadi ketua panitia, soalnya kata bos, “ya habis gimana prim, cuma kamu yang bawel dan mau jadi ketua.” Ya gitu deh -___-

Berbekal tanya sana-sini, dan pengalaman salah satu teman kantor yang pernah kuliah disana, kita capcus dengan kereta Mutiara Selatan pada hari Kamis, 9 Oktober 2014; dan kembali ke Surabaya dengan Air Asia pada hari Sabtu, 11 Oktober 2014. Kebanyakan teman kantor sepertinya cukup nyaman di perjalanan dengan kereta. Awalnya beberapa dari kami ngemil, main kartu, main jari (itu lho, nyebut abjad yang muncul sesuai dengan jumlah jari yang kita acungkan, terus kita nyebut nama kota, negara, dll.), baca komik, ngobrol ngalor-ngidur… sampai akhirnya ngantuk dan tertidur satu-persatu. Anyway, ini jadi pengalaman pertama manajer saya, Yeremia. Iya, dia belum pernah naik kereta sebelumnya – dan mengaku cukup kapok, lama euy. Hahahahaha.

Sesampainya di Bandung, kita segera menuju villa yang sudah dipesan, yaitu Casa de Lillian. Villanya bagus banget, sukaaa. Bersih, ada kolam renangnya, penjaganya selalu siap sedia, dan interiornya yang serba minimalis bener-bener instagram-able :))) Sayangnya sempat ada sedikit kesalahpahaman beberapa hari sesudah kami pulang. Mungkin, mungkin lho, mereka jarang menerima tamu sebanyak kami (24 orang). Oya, kekurangan villa ini yang kedua adalah, jalan kesana agak susah karena letaknya berada di dalam perumahan. Sebenarnya sih letaknya agak di tengah kota, tapi jalan kesananya susah, terutama karena kami pakai mini bis. It’s highly recommended for you who stay with family or girl friends. Sebenarnya garasinya lumayan besar, nyatanya bis kami bisa masuk. Tapi ya itu, jalannya kecil. Lebih baik kesini dengan mobil biasa.

 
 
 
 
 
Khimar from Lemarikamila. Terima kasih, Ukhti! :)
 
 
Kamar sayaaa (bersama tiga cewek lainnya :p)
 
 



Setelah mandi dan sarapan, kami segera menuju lokasi wisata yaitu: Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Saya lupa kenapa milih kesini, intinya kita pingin mengeksplorasi suatu tempat bareng-bareng. Saya sih sempat agak kecewa, tapi teman-teman menikmati kok. Ada yang sepanjang jalan ceritaaa terus, ada yang jalannya cepat banget sampai ninggalin kami, dan ada yang dikit-dikit ngeluh ternyata nyampe juga (itu saya).   

Untuk trekking di Tahura, jarak yang harus ditempuh ‘cuma’ 6 km. Tapi karena jalannya menanjak dan ada beberapa bagian jalan yang jelek, jadi capek. Udah gitu, diantara kami ga ada yang tahu kalau Tahura punya dua gerbang. Belakangan kami tahu, akan lebih enak kalau kami masuk dari gerbang atas/puncak (kayaknya utara - kalau ga salah namanya Maribaya, cmiiw) untuk keluar di gerbang bawah (kayaknya selatan) jadi jalannya menurun.

Di Tahura, you can’t expect anything. Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan, jauuuuuh lebih bagus. Saya ga sempat merhatiin, tapi rasanya ga ada bangunan dimana kita bisa mempelajari sesuatu. Warung dan mushola baru ada di dekat air terjun, menjelang gerbang keluar. Yang ada malah orang yang nyewain senter dan ojek (seriously), kalau-kalau kita capek jalan. Tapi namanya pergi sama teman-teman, susah senang kita lewati bersama yaaa #cieh

Highlight di Tahura adalah Gua Jepang dan Gua Belanda. Sayangnya ga ada pemandu macem di Museum Ullen Sentalu, jadi kita ga tahu ada cerita apa disana. Pingin googling tapi ga ada sinyal. Ya sutralah, just enjoy the show.

Berhubung rata-rata dari 24 orang ini harus tunggu-tungguan, kami baru sampai di tempat peristirahatan sekitar dua jam dari sejak kami mulai jalan. Setelah rehat sejenak, kami melanjutkan perjalanan. Sekitar empat puluh lima menit kemudian, kami melihat bis kami di kejauhan *sujud syukur*

Setelah hampir tiga jam trekking, rasanya kami bisa makan kuda saking laparnya. Saya mengarahkan pak sopir untuk menuju Karnivor di Jalan Riau no.127. All I can say is, it worth the effort. Tempatnya seru, kapan lagi kita sedang enak-enak makan, tiba-tiba lampu dimatiin, dan ada drakula di sebelah kita. Huahahahaha, the experience was just awesome! Ada banyak hantu gentayangan, bahkan toiletnya pun menyimpan kejutan.  Mihihi. If we erase the ‘meet up with ghosts’ feature, pay attention to the interior details. Ada dinding penuh peta-peta, keren! Untuk makanannya, saya memang ga salah pilih *bangga* Saya pesan menu untuk banyak orang seperti Monster Pizza (ukurannya 60 x 40 cm!!!) dan sosis-nya lupa namanya, tapi panjangnya kira-kira sepanjang meja kita berempat. Alhamdulillah, cocok semua, baik dari porsi, rasa, maupun harga. 

ini siapa sih yang moto? sirik sama saya nih, saya di-blur :(

 

Lelah tapi kenyang, kami pulang ke villa dengan perasaan gembira #halah
Ternyata, sampai di villa, saya dapat kejutan.. My mom sent me a birthday cake! Ya Allah, beliau googling lho, soalnya saya cuma kasih nama villa-nya aja. Terus mama minta tolong sama temannya yang berdomisili di Bandung. There is no cake as sweet as this one, ever. Ya Allah, seneng banget nget nget :’) 


Overall, cuma ini yang bisa saya ceritakan. Soalnya hari selanjutnya pengalaman kami agak kurang menyenangkan, tapi alhamdulillah teman-teman tetap puas dengan liburan ini.

I actually kinda disappointed with myself, as I think I can made it better. Tapi syukurlah bos tetap membesarkan hati saya, dengan mengatakan bahwa I did a very good job. Yang terpenting, ga ada teman kantor yang kecantol neng geulis atau ketinggalan pesawat :D

Liburan ini sekaligus menutup perjalanan saya dengan Breadnbeyond, tempat kerja pertama saya selepas lulus kuliah. Thank you for trusting me, Boss! Thank you for making me excited to go to work everyday, office mates! Hope Breadnbeyond becoming more success in the future, and wish me luck! ;)

Lots of love,
Prima 

***so sorry for the last pic.
Kalau kamu ngerasa sedih juga, please jangan kotorin tempat apapun kalau kamu lagi liburan ya :)

 
 
 
 
 
 
 
 
Satu..
Dua..
Tiga..
Empat.. HORE lumayan lengkap! :)))
 
Ups menyedihkan banget nih :(((


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...