Monday, February 2, 2015

Featured on Official Hijabi for World Hijab Day 2015: #cuteandmodest

Boleh lhooo follow IG saya di @primaditarahma :)))

"I believe wearing hijab doesn't automatically turn us to be a better person than whose don't ear one, but it's a big step to learn - to be a better person in the eyes of Allah."
Assalamu’alaikum sister,
 
If you follow my Instagram, you might have known that I participated in a #cuteandmodest, a project on Official Hijabi. This project is created by my lovely fellow finalist of World Muslimah Award 2014 from Nigeria, Adebayo Bilqis (IG: @officialhijabi); and the purpose is to celebrate World Hijab Day 2015. Surely you can also join us! Just send your name, age, location, occupation, and hijab philosophy/quote to officialhijabi@gmail.com.

And then, let me continue with Indonesian. Hehehe.

Bicara tentang hijab, semakin saya memikirkannya, semakin saya bersyukur karena memiliki kesempatan untuk mengenakannya sekarang. Saya satu dari begitu banyak muslimah yang beruntung karena Allah berkenan memberikan hidayah kepada kami. Dengan demikian, kami mengenakan hijab lebih dari kami HARUS mengenakannya, melainkan kami INGIN mengenakannya.

Saya percaya, pada hampir setiap muslimah, hijab – sama dengan ibadah lainnya, seperti sholat, puasa, dan lain-lain – pertama-tama diajarkan oleh orang tua atau sekolah. Dipaksakan. Menjadi kewajiban. Beberapa lebih beruntung dengan mendapatkan pembekalan mengenai landasan ayat Qur’an, dan bahkan filosofisnya. Sementara kebanyakan yang lain hanya tahu bahwa ini wajib. Artinya kalau ditinggalkan, mendapat dosa. That simple, but scary.

Sekali lagi, kembali kita bersyukur bahwa dengan perkembangan teknologi, kita mendapat begitu banyak sumber pembelajaran. Lalu pada suatu masa, kewajiban kita berubah menjadi keterikatan batin, dan perlahan menjadi identitas diri.

Atau nilai pribadi.

Dulu, saya jarang berpikir bahwa dengan adanya kain yang menutupi kepala saya, saya harus ‘menanggung’ beban untuk menjadi contoh bagi muslimah lainnya. Dulu, saya merasa bahwa hijab dan karakter diri itu berbeda. Kalau orangnya jahat ya jangan salahkan hijabnya. Sampai sekarang perasaan itu tidak berubah untuk masalah hal ini.

Tapi, kemudian saya mencoba bertanya kepada diri sendiri. Sebagaimana berpakaian, saya bisa memakai baju apa saja dan tetap terlihat cantik baik, tapi pasti ada alasan tertentu kenapa saya mengenakan baju yang satu, dan tidak memilih yang lain. Demikian pula dengan hijab, lama kemudian saya baru memahami bahwa saya bukannya ingin terlihat baik, tapi belajar menjadi insan yang lebih baik.

Di suatu waktu bulan Ramadhan, seorang teman kantor yang keturunan Tionghoa meminta ijin untuk makan disamping saya. Saya mempersilakan, dan saat itulah saya merenung. Bukan kemampuan menahan lapar dan dahaga yang menjadi penentu keberhasilan puasa saya, tapi bagaimana puasa mengajarkan kepada saya untuk menahan amarah; lalu prasangka, perkataan, dan perbuatan buruk.

Maka bukan (hanya) hijab yang tampak luar, tapi apa yang telah hijab bawa untuk diri saya. Bagaimana diri saya setelah berhijab, mampu menahan diri dari melakukan hal-hal yang kurang pantas dilakukan oleh muslimah.

Cerita lainnya, saya dibuat kecewa setengah mati oleh sebuah artikel di Jakarta Globe beberapa hari yang lalu (cari saja di Twitter/Facebook saya). Artikel tersebut ditulis oleh staf magang – orang Australia – muslimah berhijab – dan isinya adalah tentang pengalamannya ditolak masuk night club di Jakarta.

Hel-lo?

Saya tidak hendak menjadi polisi moral yang mengatakan muslimah berhijab tidak boleh masuk night club. Tapi percayalah sister, masih banyak tempat yang lebih membutuhkan kehadiran sister. Lihatlah kajian muslimah yang masih kekurangan donatur; para pasien di rumah sakit menunggu untuk dijenguk; nenek-kakek di panti jompo mengharap untuk ditengok dan diajak bicara; adik-adik panti asuhan yang membutuhkan kakak-kakak untuk membantu mengerjakan PR.

Kabar baiknya, tidak harus berhijab untuk memulai langkah.

Kabar lebih baiknya, dunia perlu melihat bahwa muslimah berhijab mampu melakukan sesuatu yang berarti.

Agar hijab tidak selalu identik dengan koruptor yang hendak masuk bui. Agar hijab tidak menjadi penanda dekatnya bulan Ramadhan, karena semata digunakan oleh para artis di televisi.

Yang berhijab, yang memahami makna hijabnya, yang mengenakannya dengan penuh sukacita dan bangga, yang mencoba mengetuk hati saudarinya. Ini hijabku, bukan sesuatu yang perlu kau takuti. Ini hijabku, insyaAllah aku sedang mencoba menjadi pribadi yang lebih baik, maukah kau menjadi pendampingku dalam belajar?

Semoga, semoga kita diberi karunia untuk istiqomah, berhijab hingga nanti berhembus nafas terakhir.

Love,
Prima

5 comments:

  1. Wah suka sama cara pandangmu soal hijab. Semoga kita istiqomah di jalan Allah yaa..

    ReplyDelete
  2. suka dengan cara berhijabnya prima :)

    ReplyDelete
  3. Mbak.... Alhamdulillah aku bisa mengenalmu. Tetap istiqomah berhijab, ya. :)))

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...